Kala hati terisi perasaan tiada tara yang disebut cinta dan merasakan kedalaman, keindahan, dan kebahagiaan karenanya; maka Anda akan menyadari bahwa dunia pun telah berubah. ( Jiddu Krishnamurti, Penulis-Filsuf India )

Kenangan-kenangan terindah telah kami ukir bersama di ruangan yang sempit nan sederhana ini…

Ada senyum, ada tawa, ada tangis dan juga curhatan-curhatan didalamnya…

Disinilah tempat kita berkarya, berkarya untuk Pertanian kita tercinta. kawan kenapa kita berpisah??

Padahal beberapa bulan yang lalu kita masih bersama…

Benarkah kata pepatah di setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan??

Begitulah cara Allah mengajarkan kita makna dari sebuah pertemuan..

Terimakasih atas semua dedikasinya selama ini…

Tanpa Kalian kita tidak bisa berbuat apa2…

Kangen akan masa – masa bersama, sekali lagi terimakasih…

Maafkan segala salah dan khilaf atas kelemahan-kelemahan kita…

Yakin kawan bahwa hari itu adalah hari yang tak bisa terlupakan..

Hari yang akan selalu membuat kita tersenyum, tertawa dan menangis..

Hari kebersamaan kita menjadi satu keluarga… Keluarga ASIK..

Ingat kawan perjuangan belum berakhir…

Teruslah berjuang…

Biarkanlah kepenatan itu penat menghalangi langkahmu…

Mari Bersatu Tuntaskan Perubahan…

Selamat menjalankan Amanahnya masing2 …

Semoga kelak Allah SWT mempertemukan kita di Surga-Nya..

Semoga Allah memudahkan semua urusan dan amanah kita..Amiin…

 

Jatinangor, 20 Desember 2010

Samsul Bahri Niapale ( Kepala Suku ^_^)

 

Idealisme Keluarga

Posted: 18 November 2010 in Uncategorized

“Dari Abu Hamzah (yaitu) Anas bin Malik r.a. pelayan Rasulullah saw., dari Nabi saw., beliau bersabda: “Tidaklah beriman seseorang di antara kalian, sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari-Muslim). Dalam hadist yang lain Rasulullah SAW bersabda: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal berkasih sayang dan saling mencintai adalah seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota badannya merasa kesakitan, maka seluruh anggota tubuh yang lain turut merasa sakit” (HR. Bukhari-Muslim).

Dari dua kutipan hadist diatas terlihat jelas arti Keluarga (Ukhuwah), makna keluarga seperti inilah  yang harus kita dengunkan bersama dan diaplikasikan dalam kehidupan ini. Tapi pada kenyataan hal tersebut  jarang kita aplikasikan yang terjadi malah saling men-judge, berbuat fitnah, saling menyalahkan, dan perbuatan lain yang tidak mencerminkan satu keluarga, satu hati dan satu rasa. Apakah hal ini dapat di katagorikan sebagai keluarga? Tentu tidak karena hal tersebut malah merusak citra dari keluarga itu sendiri, astaghfirullohaladzim.

Semangat Keluarga di antara sesama manusia, khususnya umat Islam hendaknya didasari karena Allah SWT semata, Hal tesebut akan menjadi barometer yang baik untuk mengukur baik-buruknya suatu hubungan / rendah-tingginya suatu keimanan. Rasulullah bersabda, “Pada hari kiamat Allah berfirman: Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari yang tiada naungan selain naungan-Ku ini, aku menaungi mereka dengan naungan-Ku.” (HR Muslim) . Dalam hadits lain Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang bersaudara dengan seseorang karena Allah, niscaya Allah akan mengangkatnya ke suatu derajat di surga yang tidak bisa diperolehnya dengan sesuatu dari amalnya.” (HR Muslim). Masya Allah alangkah indahnya hidup ini kalau apa yang kita lakukan semata-mata hanya ingin meraih ridho Allah. Mencintai karena Allah, dan sama-sama mengejar kebaikan karena Allah. Beginilah seharusnya keluarga.

  • Tidak Saling Menzhalimi

“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, tidak menzhalimi atau mencelakakannya. Barangsiapa membantu kebutuhan saudaranya sesama Muslim dengan menghilangkan satu kesusahan darinya, niscaya Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan di hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi aib seorang Muslim, niscaya Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat.” (HR Bukhari dari Abdullah bin Umar ra)  Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian saling mendengki, melakukan najasy, saling membenci, memusuhi, atau menjual barang yang sudah dijual ke orang lain. Tetapi jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain, tidak menzhalimi, dan tidak membiarkan atau menghinakannya. Takwa itu di sini (beliau menunjuk ke dadanya tiga kali).”

  • Ibarat Satu Tubuh

Keluarga dalam Islam memperkuat ikatan antara orang-orang Muslim dan menjadikan mereka satu bangunan yang kokoh. “Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai dan berkasih sayang adalah ibarat satu tubuh; apabila satu organnya merasa sakit, maka seluruh tubuh akan sulit tidur dan merasa demam.” (HR Muslim)  “Orang-orang Muslim itu ibarat satu tubuh; apabila matanya marasa sakit, seluruh tubuh ikut merasa sakit, jika kepalanya merasa sakit, seluruh tubuh ikut pula merasakan sakit.” (HR Muslim) Masing-masing dari dua orang yang bersaudara harus membantu saudaranya dalam memenuhi kebutuhannya, mengutamakan saudaranya daripada dirinya sendiri, memeriksa kondisi saudaranya sebagaimana ia memeriksa kondisi dirinya, lebih mengutamakan saudaranya daripada dirinya sendiri atau keluarganya atau anak-anaknya, menanyakannya dalam setiap tiga hari. Jika saudaranya sakit maka ia menjenguknya, jika saudaranya mengalami kesulitan maka ia membantu meringankannya, jika saudaranya lupa maka ia mengingatkannya, menyambutnya dengan hangat jika saudaranya mendekat, dan mendengarkan dengan serius jika saudaranya berbicara. Inilah nikmat dari Ukhuwah yang di ajarkan oleh Rasulullah.

  • Merasakan Lezatnya Iman

“Barangsiapa ingin (suka) memperoleh kelezatan iman, hendaklah ia mencintai seseorang hanya karena Allah.” (HR Ahmad). Dengan mencintai karena Allah sesungguhnya kita secara tidak langsung telah membangun bangunan kokoh keimanan kita. Allah SWT Maha tahu keadaan kita yang sebenarnya, harapan, kebutuhan, baik yang terpikirkan ataupun yang belum terlintas sekalipun, Allah Pelindung yang Maha Kokoh, dengan keridhoan Allah,kita akan memperoleh kelezatan-kelezatan iman yang kita inginkan bersama. Allahuakbar!!

  • Mengenal Baik Sahabatnya

“Jika seseorang menjalin ukhuwah dengan orang lain, hendaklah ia bertanya tentang namanya, nama ayahnya, dan dari suku manakah ia berasal, karena hal itu lebih mempererat jalinan rasa cinta.” (HR Tirmidzi) Mendoakan saudaranya, anak-anaknya, dan apa saja yang terkait dengannya sebagaimana ia senang mendoakan dirinya, anak-anak kandungnya, dan apa saja yang terkait dengannya, sebab seseorang tidak berbeda dengan saudaranya karena persaudaran telah menyatukan keduanya. Oleb karena itu, ia harus mendoakan saudaranya baik dalam keadaan hidup, atau mati, atau tidak ada di tempat, atau berada di tempat. Rasulullah SAW bersabda: “Jika seseorang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuannya, maka malaikat berkata, ‘Engkau juga mendapatkannya’.” (H.R. Muslim).  Saya meminjam kutipan orang-orang shalih yang berkata, “Mana perumpamaan seorang saudara yang shalih? Jika salah satu keluarga seseorang meninggal dunia, maka keluarganya pasti membagi-bagi warisannya, dan mereka menikmati harta peninggalannya. Sedang saudaranya yang shalih, ia berduka sendirian, memikirkan apa yang telah dipersembahkan saudaranya kepadanya, mendoakannya di kegelapan malam, dan memintakan ampunan untuknya sementara ia berada di bawah bintang-bintang.” Masya Allah sungguh indah hidup ini apabila kita dapat mengaplikasikan dan mengamalkan empat hal di atas dalam hidup kita, idealisme keluarga seperti inilah yang di perlukan oleh kita bersama… Wallahu a’lam…

 

10 November 1945 atau sekitar 64 tahun yang lalu merupakan titik kulminasi bagi pahlawan Indonesia. Karena hari itu diperingati sebagai hari pahlawan Nasional. Pada saat itulah kita mengenang jasa para pahlawan yang telah bersedia mengorbankan harta dan nyawanya untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Kita memilih tanggal tersebut sebagai Hari Pahlawan karena pada saat itu para pejuang kita bertempur mati-matian untuk melawan tentara Inggris di Surabaya.

Saat itu kita hanya mempunyai beberapa pucuk senjata api, selebihnya para pejuang menggunakan bambu runcing. Namun para pejuang kita tak pernah gentar untuk melawan penjajah. Setiap tahun kita mengenang jasa para pahlawan. Namun terasa, mutu peringatan itu menurun dari tahun ke tahun. Kita sudah makin tidak menghayati makna hari pahlawan. Peringatan yang kita lakukan sekarang cenderung bersifat seremonial. Memang kita tidak ikut mengorbankan nyawa seperti para pejuang di Surabaya pada waktu itu.

Tugas kita saat ini adalah memberi makna baru kepahlawanan dan mengisi kemerdekaan sesuai dengan perkembangan zaman. Saat memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan, rakyat telah mengorbankan nyawanya. Kita wajib menundukkan kepala untuk mengenang jasa-jasa mereka. Akan tetapi kepahlawanan tidak hanya berhenti di sana. Dalam mengisi kemerdekaan pun kita dituntut untuk menjadi pahlawan.

Bukankah arti pahlawan itu adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran? Bukankah makna pahlawan itu adalah pejuang gagah berani? Bukankah makna kepahlawanan tak lain adalah perihal sifat pahlawan seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban, dan kekesatriaan?

Pada zaman dahulu untuk menjadi seorang pahlawan haruslah berkorban baik itu materi, fikiran bahkan nyawa sekalipun untuk menumpaskan penjajah. Lantas apakah zaman sekarang tidak ada yang dapat di sebut pahlawan? Pada zaman dahulu memang pahlawan merupakan seorang yang berkorban untuk melawan “penjajah”. Pada masa sekarang apakah kita sudah merdeka dari penjajah bangsa ini. Penjajah dalam artian sempit memang kita telah terbebas. Namun secara lebih luas bukankah kebodohan, kemiskinan, korupsi, merupakan penjajahan yang masih ada hingga saat ini. Kita masih dijajah oleh bangsa kita sendiri. Untuk melawan penjajahan itu tentu harus ada orang yang menjadi pahlawan pada saat ini. Jika demikian, sangat diperlukan pahlawan-pahlawan baru, yang rela berkorban untuk menegakkan kebenaran dalam menumpas “penjajah” bangsa ini.

Dalam menghadapi situasi seperti sekarang kita berharap muncul banyak pahlawan dalam segala bidang kehidupan. Misalnya : Seorang dokter yang bekerja sungguh-sungguh demi kesembuhan sang pasien adalah pahlawan bagi si pasien. Guru yang bekerja untuk mencerdaskan anak didiknya juga pahlawan, bukan saja bagi murid-muridnya melainkan pula bagi negara/bangsa. Di tengah kehidupan masyarakat, guru dikenal sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Begitu pula petani, mereka juga menjadi pahlawan tanpa tanda jasa lantaran profesinya menjamin tersedianya pangan yang dibutuhkan segenap warga masyarakat. Setiap orang harus berjuang untuk menjadi pahlawan. Karena itu, hari pahlawan tidak hanya pada 10 November, tetapi berlangsung setiap hari dalam hidup kita. Setiap hari kita berjuang paling tidak menjadi pahlawan untuk diri kita sendiri dan keluarga. Artinya, kita menjadi warga yang baik dan meningkatkan prestasi dalam kehidupan masing-masing.

Memang tidak mudah untuk menjadi pahlawan. Pahlawan tidaklah harus berperang melawan musuh-musuh bangsa dengan bom, parang, keris atau bambu runcing seperti pahlawan pada masa dahulu. Kita semua layak disebut pahlawan, asalkan kita memanfaatkan potensi kemanusiaan yang kita miliki. Bukankah Tuhan telah memberikan potensi kemanusiaan yang lengkap kepada setiap manusia. Menjadi akademis dengan memanfaatkan potensi akal fikiran yang diberikan oleh Tuhan. Dengan menyumbangkan ide bagi persoalan krisis multidimensional yang dihadapi bangsa ini adalah pahlawan bagi bangsa ini. Membuang sampah pada tempatnya, menuntaskan kemiskinan dan korupsi adalah satu tindakan rela berkorban demi kepentingan bangsa dan Negara. Inilah nilai-nilai kepahlawanan yang harus dimiliki oleh setiap masyarakat Indonesia . Siapa lagi yang akan menjadikan kita seorang pahlawan kalau tidak kita yang menjadikan kita sebagai pahlawan.

Marilah kita berikan yang terbaik bagi bangsa ini di segala lini kehidupan. Sudah saatnya bangsa ini bangkit dari keterpurukan yang ada. Kita Pasti Bisa Kawan ^__^…Semangat!!!!!